IMAM AHMAD BIN HANBAL
SENDIRIAN MEMBELA SUNNAH
Penulis : Al Ustadz Ja’far Umar Thalib رحمه الله
Beliau adalah salah satu dari imam yang empat yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i. Nama lengkap beliau Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani.
Imam Ahmad dilahirkan di Baghdad bulan Rabiul Awwal Tahun 164 Hijriyah. Pada umur tiga tahun, beliau telah ditinggal wafat oleh ayah beliau. Di saat usia beliau beranjak 16 tahun, Imam Ahmad mulai mencari hadits dan berguru kepada para syaikh.
Diantara guru-guru beliau adalah: Sufyan bin Uyainah, Yahya Al-Qaththan, Asy-Syafi’i, Abdur Razzaq, Waki’, Abdurrahman bin Mahdi dan lain-lain.
Imam Ahmad tumbuh dewasa dan memulai menuntut ilmu di kota Baghdad. Beliau juga melakukan rihlah menuntut ilmu ke berbagai negeri di antaranya Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman dan Syam. Dari sinilah beliau menjadi seorang yang ahli dalam bidang-bidang ilmu keIslaman, diantaranya bidang fiqh, yang kemudian terkenal dengan sebutan Madzhab Hanbali. Di dalam bidang hadits, beliau telah menulis satu kitab “Musnad” yang berisi 30.000 hadits dan Musnad beliau menjadi rujukan yang penting dalam ilmu hadits. Keilmuan dan ketakwaan beliau membuat Imam As-Syafi’i berkata: “Aku keluar dari kota Baghdad dan tidak aku tinggalkan yang lebih faqih, lebih zuhud dan lebih berilmu dari Ahmad.”[1]
PERISTIWA MIHNAH
Imam Syafi’i satu ketika datang ke Mesir. Beliau berkata kepada Ar-Rabi’ bin Sulaiman: “Wahai Rabi’, ambil kitabku ini. Bawalah dan berikan kepada Abi Abdillah (Imam Ahmad). Beritahu aku apa tanggapannya.” Kemudian Ar-Rabi’ pergi ke kota Baghdad dan menyerahkan kitab tersebut pada Imam Ahmad.
Ar-Rabi’ berkata: “Ini kitab saudaramu yatu Asy-Syafi’i dari Mesir.” Imam Ahmad balas bertanya: “Engkau telah melihat isinya?” “Belum,” jawabnya. Lantas Imam Ahmad merobek sampulnya. Kemudian membaca kitab tersebut dan berlinanglah air mata beliau. Melihat hal yang demikian Ar-Rabi’ bertanya: “Apa isinya wahai Aba Abdillah?”
Maka jawab Imam Ahmad : “Disebutkan disini bahwa beliau telah bermimpi melihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam, kemudian Nabi bersabda: – Tulislah surat kepada Abi Abdillah (Imam Ahmad) sampaikan padanya salam dan katakan padanya: Sungguh engkau akan ditimpa cobaan dan dipaksa mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Maka janganlah engkau menyambut seruan mereka sehingga Allah akan mengangkat bagimu bendera sampai hari kiamat.” Kemudian Imam Ahmad melepas salah satu baju yang beliau pakai dan diberikan kepada Ar-Rabi’. Oleh Ar-Rabi’ baju tersebut diberikan kepada Imam Asy-Syafi’i.[2]
Peristiwa Mihnah pertama kali terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun putra Harun Ar-Rasyid dari Dinasti Abbasyah. Al-Ma’mun adalah seorang yang ahli dalam bidang ilmu seperti fiqh, kedokteran, syair, ilmu waris nahwu, ilmu perbintangan dan yang lainnya. Namun ia mempunyai pemikiran sesat yaitu Syiah dan Mu’tadzilah. Hal ini diperparah lagi oleh kajhilannya terhadap hadits-hadits yang shahih.
Penulis : Al Ustadz Ja’far Umar Thalib –hafidhohullah–
Negeri Bukhara sebagai negeri muara sungai Jihun yang terletak di sebelah utara Afghanistan dan sebelah selatan Ukraina adalah negeri yang banyak melahirkan imam-imam Ahlul hadits dan Ahlul fiqh. Negeri itu menyimpan kenangan sejarah perjuangan para imam-imam Muslimin dalam berbagai bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dapat disebutkan di sini, para Imam Ahlul Hadits yang lahir dan dibesarkan di negeri Bukhara antara lain adalah: Al-Imam Abdullah bin Muhammad Abu Ja’far Al-Musnadi Al-Bukhari yang meninggal dunia di negeri tersebut pada hari Kamis bulan Dzulqa’dah tahun 220 H. dan kemudian juga lahir di Bukhara, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhari yang lahir pada tahun 194 Hijriyah dan wafat pada tahun 256 H di sebuah desa bernama Khortanak menuju arah Samarkan. Juga lahir dan dibesarkan di negeri ini Al-Imam Abi Naser Ahmad bin Muhammad bin Al-Husain Al-Kalabadzi Al-Bukhari yang lahir tahun 323 H dan meninggal tahun 398 H. dan masih banyak lagi deretan para imam-imam besar Ahli hadits yang menghiasi indahnya sekarah negeri Bukhara.
Penulis : Al Ustadz Ja’far Umar Thalib –hafidhohullah–
Di kampung miskin di kota Ghazzah (orang Barat menyebutnya Gaza ) di bumi Palestina, pada th. 150 H (bertepatan dengan th. 694 M) lahirlah seorang bayi lelaki dari pasangan suami istri yang berbahagia, Idris bin Abbas Asy-Syafi`ie dengan seorang wanita dari suku Azad. Bayi lelaki keturunan Quraisy ini akhirnya dinamai Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie . Demikian nama lengkapnya sang bayi itu. Namun kebahagiaan keluarga miskin ini dengan kelahiran bayi tersebut tidaklah berlangsung lama. Karena beberapa saat setelah kelahiran itu, terjadilah peristiwa menyedihkan, yaitu ayah sang bayi meninggal dunia dalam usia yang masih muda. Bayi lelaki yang rupawan itu pun akhirnya hidup sebagai anak yatim.
Penulis : Al Ustadz Ja’far Umar Thalib –hafidhohullah–
Darul Hijrah itu adalah negeri tempat hijrah. Yang dimaksud di sini adalah negeri tempat hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dari Makkah ke Yatsrib yang kemudian dinamakan Al-Madinah An-Nabawiyah atau disingkat dengan kota Al-Madinah. Sekian banyak hadits-hadits NabiShallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam yang menerangkan tentang keutamaan kota ini di sisi Allah Ta`ala. Sehingga kota ini terkenal sebagai kota termulia kedua di dunia setelah Al-Makkatul Mukarramah. Di antara hadits-hadits itu antara lain ialah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya jilid 2 halaman 299 dan At-Tirmidzi dalam Sunannya hadits ke 2680 dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya hadits ke 2308 dan Al-Hakim dalam Mustadraknya jilid 1 halaman 91 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra jilid 1 halaman 386 dan dihasankan oleh At-Tirmidzi serta dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Penshahihan Al-Hakim ini disepakati oleh Adz-Dzahabi. Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam telah bersabda:
“Sebentar lagi akan datang suatu masa dimana orang akan menunggangi ontanya menempuh jarak yang jauh untuk menuntut ilmu. Maka pada waktu itu mereka tidak mendapati seorang pun yang lebih tinggi ilmunya dari Ulama’ kota Al-Madinah.” Al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam menerangkan hadits ini menyatakan: “Sebagian kaum Muslimin ada yang mengatakan bahwa Ulama’ Al-Madinah yang dimaksudkan di hadits ini adalah Al-Umari, namun kaum Muslimin menganggap bahwa yang lebih utama dengan kemuliaan ini adalah Malik bin Anas.”
Penulis : Al Ustadz Ja’far Umar Thalib –hafidhohullah–
Bani Ghifar adalah qabilah Arab suku badui yang tinggal di pegunungan yang jauh dari peradaban orang-orang kota. Lebih-lebih lagi suku ini terkenal sebagai gerombolan perampok yang senang berperang dan menumpahkan darah serta pemberani. Bani Ghifar terkenal juga sebagai suku yang tahan menghadapi penderitaan dan kekurangan serta kelaparan. Latar belakang tabi’at kesukuan, apakah itu tabiat yang baik ataukah tabi’at yang jelek, semuanya terkumpul pada diri Abu Dzar.
Recent Comments