Al Ustadz Ja'far Umar Thalib, Klarifikasi/Rudud/Bantahan

Fatwa Agama Tentang Kafirnya Pemerintah Indonesia Menurut Al-Qur’an was Sunnah


FATWA AGAMA DARI AL-USTADZ JA’FAR UMAR THALIB
TENTANG KAFIRNYA PEMERINTAH INDONESIA
MENURUT PANDANGAN DALIL-DALIL AL QUR’AN
DAN AS SUNNAH AN NABAWIYAH AS SHAHIHAH.

 

Tegak dan Ittiba dalam Manhaj Salaf

ان الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور انفسنا وسيئات اعمالنا من يهد الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له اشهد ان ﻻاله اﻻ الله وحده ﻻ شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله اللهم صلي على محمد وعلى ال محمد وبارك عليه وعلى اله واصحابه ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين. اما بعد

Setelah maklumat Jihad Fi Sabilillah saya publikasikan, timbul berbagai silang pertanyaan tentang kalimat yang saya tulis dalam maklumat itu, yaitu ‘Pemerintah Indonesia adalah kafir’, sehingga ada yang menuduh saya bermanhaj ‘Takfiri’ atau khawarij dan lain-lainnya. Saya berlepas diri dari manhaj ‘Takfiri’ atau khawarij dan saya Alhamdulillah sampai hari ini tetap memerangi takfiriyah dan atau khawarij sebagai bagian dari aliran-aliran sesat atau bid’ah dhalalah.

Adapun tentang kafirnya pemerintah indonesia, adalah keyakinan saya yang saya bangun di atas manhaj Ahlis Sunnah Wal Jama’ah berdasarkan dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah An Nabawiyah As Shahihah. Manhaj para Shahabat Nabi dan para Tabi’in serta contoh teladan para Ulama’ Salaf dalam menyikapi kekafiran yang dilakukan oleh pemerintah-pemerintah di masa mereka hidup. Ada beberapa dalil yang harus dimengerti dengan benar. Yaitu sebagai berikut :

1. Firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an Surat An-Nisa’ 59 :

ياايهاالذين آمنوا أطيعوا الله واطيعوا اارسول وأولي الامر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه الي الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم آخر ذلك خير واحسن تأويﻻ

Hai orang – orang yang beriman, taatilah oleh kalian Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri minkum, maka kalau kalian bertikai tentang sesuatu perkara, maka rujuklah kepada Allah ( yakni Al Qur’an ), dan kepada RasulNya ( yakni As Sunnah ). Yang demikian itu baik dan akan lebih baik lagi akibatnya “.

Taat kepada Ulil Amri Minkum di dalam ayat ini adalah taat kepada pemerintah Muslimin dan yang dinamakan pemerintah Muslimin itu telah didefinisikan oleh Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam-, adalah pemerintah yang memimpin rakyatnya dengan hukum Al Qur’an was Sunnah.

2. Hal ini telah ditegaskan dalam sabda Beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya (hadits no : 1298) dari Ummu Hushain radhiyallahu ‘anha bahwa beliau mendengar Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam- bersabda ketika dalam suasana haji wada’ (yakni haji perpisahan, karena 4 bulan setelah itu Beliau wafat). Dan sabda beliau adalah :

ان امر عليكم عبد مجدع (حسبتها قالت) أسود يقودكم بكتاب الله تعالى فاسمعوا له واطيعوا

Bila memimpin kalian hamba sahaya yang hidungnya terpotong (aku sangka dia menyatakan sabda Nabi) dan kulitnya berwarna hitam, dia memimpin kalian dengan Kitabullah Ta’ala, maka tetaplah kalian untuk mendengar dan mentaatinya“.

3. Adapun kalau pemerintah itu memimpin kalian dengan selain hukum Allah Ta’ala, maka pemerintah itu bukan Ulil Amri Minkum. Tetapi dia adalah pemerintah kafir. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya berikut :

ومن لم يحكم بما انزل الله فأولئك هم الكافرون

Dan barangsiapa yang tidak menetapkan hukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir“. (QS. An Nisa’ : 44)

Hukum yang Allah Turunkan itu ialah hukum Syari’ah Islamiyah, maka siapa yang tidak berhukum dengannya dalam memimpin bangsa dan negaranya, dia adalah orang kafir.

4. Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam- membai’at para Shahabat Beliau untuk selalu ta’at kepada Ulil Amri, selama Ulil Amri itu tidak menampakkan kekafiran dengan terang-terangan. Namun bila Ulil Amri itu sudah menampakkan kekafiran secara terang-terangan, maka tidak ada lagi kewajiban taat kepadanya. Hal ini telah ditegaskan dalam beberapa riwayat berikut ini :

Ubadah bin As Shamit radhiyallahu ‘anhu menceritakan : Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam- pernah memanggil kami sehingga kami membaiat Beliau, maka sebagian dari perkara yang Beliau membaiat kami, ialah bahwa kami membaiat Beliau untuk kami mendengar dan taat kepada penguasa kami dalam keadaan kami bersemangat mentaatinya ataupun dalam keadaan kami tidak suka kepada penguasa itu, kami tetap taat kepada penguasa itu dalam keadaan kami sulit hidup kami ataupun dalam keadaan mudah hidup kami dan dalam keadaan penguasa itu mengabaikan hak kami, dan kami juga berbaiat untuk tidak merampas kekuasaan dari yang sedang memegang kekuasaan itu. Kemudian Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam- menambahkan pada lafadh baiat kami :

اﻻ ان تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان

Kecuali kalau kalian melihat pada penguasa itu kekafiran yang nyata, kalian mempunyai dari sisi Allah dalam perkara itu bukti keterangan yang pasti“. (HR. Bukhari (hadits ke 7056) dan Muslim (hadits ke 1709) dalam Shahih keduanya)

Al Hafidh ibnu Hajar Al Asqalani -rahimahullah- menerangkan dalam Fathul Bari 13 hal. 11 : “Dan di dalam riwayat Ismail bin Ubaid dalam riwayat Ahmad dan Thabrani dan Al Hakim dari riwayatnya (yakni riwayat Ismail bin Ubaid) dari bapaknya dari Ubadah bahwa Rasulullah-Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam- bersabda :

سيلي اموركم من بعدي رجال يعرفونكم ما تنكرون وينكرون عليكم ما تعرفون فﻻ طاعة لمن عصى الله

Akan memegang pemerintahan kalian sepeninggal aku, orang-orang yang memperkenalkan kepada kalian apa yang kalian ingkari dari perkara agama ini dan mengingkari kalian dalam perkara yang kalian telah mengenalnya dari perkara agama. Maka tidak ada kewajiban taat kepada pemerintah yang durhaka kepada Allah“.

Dan dalam riwayat Abu Bakar bin Abi Syaibah dari jalan Azhar bin Abdullah dari Ubadah dengan me-marfuk-kannya (yakni menyatakannya sebagai sabda Rasulullah -Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam-) :

سيكون عليكم امراء يأمرونكم بما ﻻتعرفون ويفعلون ما تنكرون فليس ﻻولئك عليكم طاعة

Akan ada penguasa atas kalian para pejabat yang memerintahkan kepada kalian dengan perkara yang sama sekali kalian tidak mengetahuinya dari agama dan mereka berbuat dengan perbuatan yang kalian ingkari, maka tidak ada kewajiban atas kalian terhadap mereka itu untuk mentaatinya“.

5. Allah Ta’ala menegaskan bahwa siapa saja yang merasa keberatan untuk berhukum dengan apa yang ditetapkan oleh Rasulullah -Shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam-, maka ia kafir dan sama sekali tidak beriman. Hal ini telah ditegaskan dalam firmanNya berikut ini :

فﻻوربك ﻻيؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم ﻻيجدوا في انفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما

Maka tidak, demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan engkau (hai Muhammad) sebagai hakim untuk memutuskan perkara yang mereka perselisihkan, dan kemudian mereka tidak mendapati pada diri mereka ganjalan atas apa yang engkau putuskan dan mereka tunduk melaksanakan apa yang engkau putuskan dengan setunduk-tunduknya“. (QS. An Nisa’ : 65)

6. Allah Ta’ala menegaskan bahwa siapa saja yang menganggap bahwa hukum selain hukum Islam itu adalah lebih baik dari hukum Islam, dia adalah kafir dengan anggapan itu. Hal ini telah ditegaskan dalam firmanNya berikut ini :

افحكم الجاهلية يبغون ومن احسن من الله حكما لقوم يوقنون

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi kaum yang mempunyai keyakinan yang benar“. (QS. Al Maidah : 50)

Al Hafidh Ibnu Katsir -rahimahullah- menerangkan dalam tafsirnya :
Allah Ta’ala mengingkari atas mereka yang keluar dari hukum Allah yang telah jelas di atas segala kebaikan dan melarang dari segala kejelekan kemudian meninggalkan hukum Allah itu dan menggantinya dengan hukum selainnya, yaitu hukum produk pikiran dan selera hawa nafsu manusia serta berbagai istilah yang dibikin diantara mereka, yang dibikin oleh para tokoh dengan tidak bersandar kepada Syari’at Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah dimana mereka berhukum dengannya yang diambil dari berbagai kesesatan dan kebodohan mereka, yang mereka bikin dari berbagai pikiran dan selera hawa nafsu mereka, dan sebagaimana orang-orang Tartar menjalankan hukum dalam perkara pemerintahan kerajaan, yang hukum itu diambil dari pikiran raja mereka yang bernama Jengis Khan, dimana dia ini telah membikinkan bagi mereka kitab undang-undang hukum yang bernama Al Yasaq, dan kitab ini adalah kitab kumpulan hukum-hukum yang diambil dari berbagai syari’ah, yaitu dari syari’ah Yahudi, syari’ah Nasrani, dan Syari’ah Islamiyah. Dan di dalam kitab tersebut terdapat pula banyak ketentuan hukum yang diambil dari semata-mata pikiran dan hawa nafsunya Jenghis Khan, sehingga jadilah kitab ini di kalangan anak cucunya sebagai syari’ah yang sangat diikuti yang lebih diutamakan dari pada hukum yang diambil dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Maka siapa saja yang melakukan demikian dari kalangan mereka itu, maka dia adalah kafir dan wajib diperangi, sampai dia mau kembali kepada hukum Allah dan RasulNya, sehingga dia tidak berhukum dengan selain hukum Allah dan RasulNya dalam perkara sedikit maupun dalam perkara yang banyak“. Demikian Al Hafidh Ibnu Katsir menerangkan.

7. Allah Ta’ala melarang kaum Mu’minin bersetia dan berloyalitas dengan orang kafir baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani ataupun dari yang lainnya. Karena bersetia dan berloyalitas dengan orang-orang kafir itu akan menjadikan si Mu’min gugur keimanannya. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya berikut ini :

يأيها الذين ءامنوا ﻻتتخذوا اليهود والنصاري اوليآء بعضهم اوليآء بعض ومن يتولهم منكم فانه منهم ان الله ﻻيهد القوم الظالمين

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashara sebagai kekasih. Karena sebagian mereka adalah kekasih bagi sebagian yang lainnya. Maka siapa dari kalian yang menjadikan mereka sebagai kekasih, maka sungguh dia termasuk dari golongan mereka. Sesungguhnya Allah itu tidak akan menunjuki kaum yang dzalim“. (QS. Al Maidah : 51)

Al Hafidh Ibnu Katsir membawakan riwayat Ibnu Abi Hatim, bahwa Abdullah bin Utbah -radhiyallahu ‘anhu- menyatakan : “Takutlah setiap kalian untuk menjadi Yahudi atau Nasrani dalam keadaan dia tidak sadar“. Kata Muhammad bin Sirin -rahimahullah- : “Maka kami menyangka bahwa yang dimaksud beliau adalah QS. Al Maidah ayat 51 ini.”

Perkara-perkara ini adalah mukaffirat. (yakni perkara-perkara yang membikin kafirnya seseorang atau sekelompok orang).

Pemerintah Indonesia tidak memimpin bangsa dan negaranya dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Sehingga pemerintah Indonesia bukan Ulil Amri Minkum dan ia adalah pemerintah kafir. Pemerintah Indonesia menyeru kepada ‘Demokratisme‘ dan ‘Pluralisme beragama‘ yang kedua perkara ini sama sekali tidak dikenal oleh Islam bahkan keduanya adalah kekafiran yang nyata. Pemerintah Indonesia menolak untuk berhukum dengan hukum Islam dengan alasan karena hukum Islam tidak cocok dengan situasi dan kondisi Indonesia dan tidak sesuai dengan masa kini. Dan ini adalah sikap kekafiran yang nyata. Pemerintah Indonesia sangat loyal terhadap kepentingan Nashara dan bahkan mengangkat para pejabat tinggi negara dari kalangan Nashara baik di daerah maupun di pusat. Bahkan bila terjadi pertikaian antara komunitas Muslimin berhadapan dengan komunitas Nashara, pemerintah selalu cenderung kepada kepentingan Nashara.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, terlalu banyak kekafiran yang yang ditampakkan terang-terangan oleh pemerintah Indonesia. Hanya orang-orang yang buta mata hatinya dengan paham bid’ah murji’ah saja yang masih memaksakan diri untuk menganggap pemerintah Indonesia sebagai pemerintah Islam. Bahkan pemerintah Indonesia sendiri tidak mau dikatakan sebagai pemerintah Islam. Lalu mengapa sebagian da’i yang mengaku Salafi terus saja memaksa diri untuk menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia itu adalah pemerintah Islam? Ini sungguh-sungguh aneh !!!

wallahu a’lam.

Sumber : Whatsapp Majalah Salafy, 01 Dzulkaidah 1436 H / 16 Agustus 2015, Pk. 12.23 PM

 

About Salafiyyin

Dipersilahkan bagi Ikhwahfillah sekalian bila ingin menuliskan sepatah atau dua patah komentar, tentunya komentar-komentar yang berakhlak mulia dan yang mempunyai kandungan pahala dari Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dan diperbolehkan menyebarkan seluruh konten blog ini dengan syarat untuk kepentingan dakwah Islam dan BUKAN untuk tujuan komersil, serta tidak harus menyertakan URL sumbernya. Jazakumullahu khairan. Barakallohufikum,..

Discussion

10 thoughts on “Fatwa Agama Tentang Kafirnya Pemerintah Indonesia Menurut Al-Qur’an was Sunnah

  1. nambah dikit tadz, fatwa-fatwa ulama Ahlussunnah tentang pemerintahan yg tidak berhukum dg apa yg Allah turunkan:

    a). Ibnu Katsir mengenai tafsir ayat: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki..?
    “Dan siapakah yang lebih baik hukumnya (undang-undangnya) daripada Allah bagi orang-orang yang yakin “.(5:50), berkata: “Allah mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang muhakam, menyemai segala kebaikan dan melarang semua kejelekan, hukum yang adil berbeda dari hukum-hukum yang lain yang berdiri diatas akal pemikiran manusia, hawa nafsu dan teori-teori manusia dengan mengabaikan sandaran syareat Allah… Sama seperti ahli jahiliyah yang membuat ketentuan hukum-hukum berbasis kesesatan dan ketololan akal dan nafsu mereka. Juga seperti perundang-undangan yang dibuat oleh mahkamah kerajaan Jengis Khan masa silam yang berusaha memadukan dan mengawinkan syareat Yahudi, Nasrani, Islam dan lainnya menjadi satu.” (Tafsir Ibnu Katsir 2/67)

    Syeikh Al-Alamah Muhammad Hamid Al-Faqhi dalam tahqiq Kitab Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, Hasyim hal 396 cetakan Anshar As-Sunnah Al-Muhammadiyah berkata: “Hal yang semisal ini bahkan lebih buruk dari itu yaitu orang yang mengekspor nukilan UU Perancis dalam memutuskan hukum berkenaan dengan darah, dan harta kemudian mengutamakannya diatas Kitabullah dan sunnah-Nya saw, maka orang ini tanpa ada keraguan sedikitpun telah kafir murtad kecuali bila ia mau kembali kedalam hukum Allah… Tidak bermanfaat nama yang di berikan atau amalan-amalan dzahir dari shalat, puasa, haji dan lainnya…”

    b). Fatawa syaeikh Ahmad Sakir rahimahullah dalam kitab Umdatu Tafsir Mukhtasor Tafsir Ibnu Katsir, cetakan Darul Ma’arif 4/173-174 yang berfatwa menanggapi perkataan Ibnu Katsir dalam ayat yang lalu:

    “Apakah kalian tidak melihat yang telah disifatkan secara kuat oleh Ibnu Katsir – di abad ke 8 – dengan menyebut Ilyasiq sebagai UU buatan hasil karya musuh Allah yaitu Jengis Khan..? Lalu tidakkah kalian menyaksikan kenyataan kondisi muslimin kini di zaman dan Periode ini…. Hanya ada satu perbedaan yang membelah: penerapan hukum buatan di waktu itu dalam satu tingkatan khusus suatu perundangan yang diterapkan oleh suatu zaman dengan cepat kemudian uamt islam melawannya dan melengserkannya… Tetapi Saat ini kondisi umat hari ini adalah seburuk-buruk kondisi ,Dan paling dasyat kezaliman dan kuatnya kezhaliman yang menimpa mereka, karena hampir seluruh muslimin hari ini dikuasai oleh UU yang menyerupai Ilyasiq, yang menyelisishi syareat yang diberlakukan oleh orang kafir , jelas-jelas kafir…. UU buatan yang mereka cipta tersebut mereka Sebut sesuai dengan Islam kemudian mereka mengajarkannya kepada generasi Islam, memaksakannya pada ayah dan bunda.
    Mereka menyandarkan keputusan mereka pada kitab ini Ilyasiq modern…”

    Sampai dengan perkataan beliau …

    “Sesungguhnya masalah dalam UU buatan ini telah jelas seterang matahari yaitu kufur bawah (kafir nyata), tidak ada keringanan dan tidak ada usdzur sedikitpun bagi mereka yang setia pada Islam untuk mengamalkannya, tunduk padanya ataupun menyetujuinya. Maka berhati-hatilah setiap orang pada dirinya dan setiap orang menanggung perbuatannya masing-masing”.

    c). Fatwa Syeikh Islam Ibnu Taimiyah: “Telah jelas-jelas dimaklumi dalam agama Islam dengan disepakati oleh seluruh ulama; barang siapa yang memeluk agama selain Islam atau mengikuti syareat selain syareat Muhammad saw maka dia kafir,. kekafirannya bak orang yang mengambil sebagian ayat dan membuang sebagiannya yang lain seperti telah Allah firmankan:

    ‘“Sesungguhnya orang-orang yang kafir pada Allah dan rasul-Nya dan bermaksud membedakan antara keimanan kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan: ‘ Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah meyediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan’ (Qs An Nissa: 150, 151 ). (Majmu’ fatawa 28/524)

    d). Asy-Syinqiti dalam Adwaul Bayan ketika menafsirkan firman Allah: “dan janganlah berlaku syirik dalam hukun-Nya sedikitpun” berkata: “Yang dipahami dalam ayat ‘Dan janganlah berlaku syirik dalam hukum-Nya sedikitpun’, bahwa sesungguhnya orang yang menerapkan hukum-hukum syareat selain yang telah disyareatkan oleh Allah, mereka adalah musyrik kepada Allah”.

    Kemudian beliau dalam menafsirkan ayat “Sesunggunya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (17:9) berkata: “Dan dari petunjuk Al-Qur’an yang mengarahkan kepada jalan yang lebih lurus bahwa Al-Qur’an menerangkan siapa saja yang mengikuti syareat selain syareat yang telah didatangkan oleh cucu Adam Muhammad saw telah kufur bawah (kufur nyata) murtad dari agama Islam” (Adwaul Bayan 3/439)

    e). Dalam Risalah Tahkim Qowanin karya Syeikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah mufti Saudi dahulu memulai dengan perkataannya:

    “Sesungguhnya merupakan suatu bentuk kufur akbar yang sangat jelas bagi yang melengserkan kedudukan hukum yang telah diturunkan oleh ruhul amin (Jibril) kepda hati Muhammad saw”. Sampai dengan perkataan beliau hal 10:
    “Yang kelima (maksudnya nomor kelima dari macam-macam bentuk kufur akbar): Merupakan bentuk yang paling dasyat, berat dan jelas penentangannya dalam syareat, sombong terhadap hukum-hukum-Nya dan memiringkan Allah dan rasul-Nya……Hukum ini bersumber pada UU yang bermacam-macam seperti UU Perancis, UU Amerika, UU Inggris, UU Indonesia Dan lainnya serta dari mazdhab-madhab bid’ah.

    Posted by Bakhtiar | 24 August 2015, 10:04 PM
  2. Terkait berbagai pertanyaan yg muncul setelah ust Ja’far Umar Thalib mengeluarkan fatwa tentang kafirnya Pemerintah Indonesia, maka hari ini ust Ja’far menjelaskan secara gamblang tentang fatwa beliau tsb. Berikut pernyataan beliau hafizhahullah :

    Oleh : Ustadz Ja’far Umar Thalib

    Masalah tidak mengkafirkan orang kafir adalah kafir, itu dalam masalah yang telah gamblang kekafirannya. Seperti kekafiran Yahudi dan Nashara, Hindu dan Budha, dan kekafiran orang yang tidak percaya adanya Allah Ta’ala dan kekafiran orang yang tidak percaya kepada kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam dan lain-lainnya, dimana orang yang paling awam pun mengerti tentangnya. Maka siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang yang demikian, maka dia itu kafir. Adapun tidak mengkafirkan pemerintah Indonesia, ini adalah hal yang pelik yang ilmunya belum dijangkau oleh kebanyakan orang awam. Maka tidak bisa dikafirkan orang yang tidak mengkafirkan pemerintah ini. Syeikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’ie rahimahullah menasehatkan, bahwa pengkafiran pemerintah itu dari zaman ke zaman terjadi perbedaan pendapat di kalangan para Ulama’. Di zaman Hajjaj bin Yusuf para Ulama ada yang mengkafirkannya dan ada yang tidak mengkafirkannya. Oleh karena itu, janganlah kalian berselisih karena masalah pengkafiran pemerintah ini. Demikian nasehat Al Allamah Muqbil bin Hadi Al Wadi’ie rahimahullah.

    Kemudian masalah negeri Indonesia, negeri ini adalah negeri Muslimin, karena syi’ar-syi’ar Islam tetap ada di negeri ini. Seperti adzan tetap diperdengarkan keluar masjid di masyarakat umum di sebagian besar wilayah Indonesia. Shalat Ied dilaksanakan di tempat-tempat umum (di lapangan dan di tempat umum yang lainnya), shalat Jum’at dilaksanakan dengan terang-terangan. PNS, polisi, dan tentara yang beragama Islam, masih banyak yang meyakini bahwa satu-satunya agama yang benar adalah Islam dan selain Islam adalah agama yang batil. Maka Indonesia adalah negeri Muslimin dan bukan negeri kafir.

    Adapun ABB (Abu Bakar Ba’asyir) dan Aman Abdurrahman dan yang se-madzhab dengannya meyakini bahwa negeri Indonesia adalah negeri kafir. Semua PNS, POLISI dan tentara adalah kafir. Karena katanya, mereka itu adalah perangkat kekafiran. Maka negeri ini harus diperangi sebagaimana negeri kafir. Negeri ini harus dirobohkan dan dibangun di atas puing-puingnya negara Islam. Adapun saya (Ja’far Umar Thalib), meyakini bahwa negeri ini harus diperbaiki dengan Jihad FiSabilillah (da’wah, ta’limun nas bi dinin shahih wal amal bihi). Bukan dirobohkan atau diperangi. Bila mampu, pemerintahnya disingkirkan dan diganti dengan pemerintah Islam. Bila belum mampu maka kita perbaiki diri kita, keluarga kita dan masyarakat kita, bangsa kita dan negara kita dengan terus menerus menjalankan Jihad fii Sabilillah.

    wallahu a’lam.

    Sumber : Whatsapp Majalah Salafy, 18 Dzulkaidah 1436 H / 02 September 2015, Pk. 20.01 PM

    Posted by Salafiyyin | 3 September 2015, 6:55 AM
  3. Diantara Takfir ada yang Berpahala!!

    قال الشيخ عبد اللطيف بن عبد الرحمن بن حسن:

    أما إن كان المكفر لأحد من هذه الأمة يستند في تكفيره إلى نص وبرهان من كتاب الله وسنة نبيه قد رأى كفرا بواحا كالشرك بالله وعبادة ما سواه… فالمكفر بهذا مصيب مأجور مطيع لله ورسوله…. والتكفير بترك هذه الأصول من أعظم دعائم الدين، وأما من أطلق لسانه لمجرد عداوة أو هوى، أو لمخالفة المذهب فهذا من الخطأ البين

    Asy-Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata:

    Adapun jika orang yang mengkafirkan seorang dari ummat ini telah bersandar kepada nash dan burhan dari Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya, telah mendapati kekufuran yang terang seperti kesyirikan kepada Allah dan peribadatan kepada selain-Nya… maka orang yang mengkafirkan dengan alasan ini benar dan berpahala, dia telah mentaati Allah dan rasul-Nya… justru mengkafirkan dengan sebab meninggalkan pokok ini (tauhid) diantara pilar-pilar agama yang paling besar.

    Adapun orang yang melempar ucapannya (mengkafirkan seseorang) karena sekedar permusuhan dan hawa nafsu atau perselisihan pandangan /mazhab, maka ini termasuk kesalahan yang jelas.

    الفتاوى النجدية (3/335)

    Posted by Taufiq | 3 September 2015, 11:27 PM
  4. 1) Menghalalkan hukum yang bertentangan dengan Islam

    2) Menganggap ada hukum yang sama baiknya dengan hukum Islam

    3) Menganggap ada hukum yang lebih baik dari hukum Islam.

    Apabila seorang penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Islam melakukan satu dari tiga hal tersebut barulah dia dihukumi telah melakukan kekafiran besar yang dapat menyebabkan dia murtad, kafir dan keluar dari Islam. Inilah pendapat Ahlus Sunnah wal Jama?ah, yaitu pendapat para sahabat, imam mazhab yang empat dan seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama?ah sampai hari kiamat [lihat Al-Qoulul Mufid, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-?Utsaimin, 2/159-160].

    Posted by Salafiyyin | 23 December 2015, 8:16 PM
  5. ابن عثيمين (انصاف السعوديه)

    أشهد الله تعالى على ما أقول وأُشهدكم أيضاً أَنني لا أَعلم أَن في الأرض اليومَ من يطبق شريعة الله ما يطبقه هذا الوطن – أعني : المملكة العربية السعودية – .
    وهذا بلا شك من نعمة الله علينا فلنكن محافظين على ما نحن عليه اليوم بل ولنكن مستزيدين من شريعة الله عز وجل أكثر مما نحن عليه اليوم ؛ لأنني لا أدعي الكمال وأننا في القمة بالنسبة لتطبيق شريعة الله لا شك أَننا نخل بكثير منها ولكننا خير – والحمد لله – مما نعلمه من البلاد الأخرى .
    إننا في هذه البلاد نعيش نعمة بعد فقر وأَمناً بعد خوف وعلماً بعد جهل وعزاً بعد ذل بفضل التمسك بهذا الدين مما أوغر صدور الحاقدين وأقلق مضاجعهم يتمنون زوال ما نحن فيه ويجدون من بيننا وللأسف من يستعملونه لهدم الكيان الشامخ .
    [ رسالة الجهاد للشيخ ص15 ] .
    💐

    Arti:

    Berkata Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin rahimahullah:

    Penilaian adil kepada arab saudi.

    “Aku mempersaksikan kepada Allah ta’ala atas apa yang aku katakan dan aku menjadikan kalian sebagai saksi juga, sesungguhnya AKU TIDAK TAHU di bumi hari ini yang menerapkan syariah Allah sebagaimana yang negeri ini terapkan yakni kerajaan arab saudi.

    Dan ini tidak diragukan termasuk nikmat Allah atas kita, maka jadilah orang yang menjaga atas apa yang kita berada diatasnya hari ini bahkan jadilah orang yang meminta tambah dari syariat Allah azza wa jalla lebih dari apa yang kita berada diatasnya hari ini, karena aku tidak mengaku sempurna dan kita di puncak dalam penerapan syariat Allah , tidak diragukan kita kurang banyak , akan tetapi lebih baik alhamdulillah dari apa yang kami ketahui dari negara2 lain.

    Sesungguhnya kita dinegeri ini hidup dalam kenikmatan setelah kemiskinan , keamanan setelah ketakutan, ilmu setelah kebodohan, kemuliaan setelah kerendahan dengan keutamaan berpegang dengan agama ini dari apa yang membikin marah dada2 orang yang dengki dan membikin resah tempat2 tidur mereka , mereka berangan-angan hilangnya apa yang kita ada padanya dan mereka mendapati diantara kita(penduduk saudi/ orang2 hizbi pergerakan) sangat disayangkan orang yang mereka gunakan untuk menghancurkan tabiat akhlak yang mulia ini.

    Posted by Arazana Wulandari | 29 March 2016, 1:33 PM
  6. SIAPAKAH YANG DI NAMAKAN ULIL
    AMRI ? Bismillah… Akhir akhir ini banyak di antara kaum
    muslimin yang tidak memahami siapa itu Ulil Amri, apakah
    ia adalah Presiden? Raja? Atau siapa…?? Yuuuk coba kita
    simak apa yang di jelaskan oleh Syeikh Al Allamah Abdul
    Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah ,beliau mengatakan :
    …. ﻷﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻛﻞ ﺣﺎﻛﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻳﺼﺢ ﻣﻨﻪ ﺍﻹﺟﺘﻬﺎﺩ، ﻛﻤﺎ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ
    ﻛﻞ ﺣﺎﻛﻢ ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﻣﻠﻜﺎً ﺃﻭ ﺭﺀﻳﺲ ﺟﻤﻬﻮﺭﻳﺔ ﻳﺴﻤﻲ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ،
    ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻣﻦ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺑﺸﺮﻉ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻳﻠﺰﻣﻬﻢ ﺑﻪ، ﻭﻳﻤﻨﻌﻬﻢ
    ﻣﻦ ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ، ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﺑﻴﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﺑﻴﻨﻬﻢ .
    “…Karena tidaklah setiap pemimpin di namakan seorang
    alim yang sehinngga di benarkan ia berijtihad, sebagaimana
    tidaklah setiap pemimpin, baik itu kedudukannya sebagai
    raja atau presiden di namakan “AMIRUL MUKMININ” (Ulil
    Amri), karena yang di namakan “AMIRUL MUKMININ (Ulil
    Amri) adalah hanyalah seseorang yang BERHUKUM DI
    ANTARA RAKYATNYA DENGAN SYARI’AT ALLAH dan
    mengharuskan mereka atas itu, dan melarang mereka untuk
    menyelisihinya. Inilah yang telah di ketahui di antara Ulama
    Islam dan di kenal di kalangan mereka para ulama”. ( Lihat
    kitab Majmu’ Fatawa wa Maqolatun Mutanawwi’atun 1/ 117
    cet. Daarul Qasim lin Nasyr-Riyadh, Oleh Syeikh Bin Baz
    rahimahullah )

    Posted by gamma | 30 March 2016, 2:34 AM
  7. Definisi Negara Islam Menurut Para Ulama Lajnah Daaimah Saudi Arabiah

    Bismillahirrahmaanirrahiim

    Segala puji hanya milik Allah semesta alam, Dia-lah Yang Maha Esa atas hukum-Nya dan tidak seorang pun berhak menentukan hukum selain-Nya.Shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada Rasulullah Muhammad shollallahu alaihi wasallam, keluarganya, para sahabat dan pengikutnya hingga Hari Kiamat.

    Negara yang bagaimana yang disebut Negara Islam dan Negara Kafir ?

    Bila suatu negara menegakkan hukum Islam secara keseluruhan tanpa kecuali dan diperintah oleh orang-orang muslim serta kebijakan ada di tangan mereka, maka negara tersebut adalah negara Islam, meskipun mayoritas penduduknya kafir[1].

    Dan bila pemerintahnya itu adalah pemerintah muslim yang adil. Bila syari’at Islam masih menjadi acuan dan landasan hukum negara secara utuh, namun dia (hakim) menyimpang dari ketentuan yang berlaku di dalam (qadliyyah mu’ayyanah) kasus tertentu, sedangkan hukum syariat masih menjadi landasan dan hukum negeri itu dan dia juga mengetahui bahwa dirinya menyimpang dan berdosa karena penyimpangan ini serta dia masih meyakini hukum Islam itu yang paling sempurna, maka dia itu adalah muslim yang dhalim atau muslim yang fasiq atau kufrun duna kufrin menurut Ahlus Sunnah.

    – Bila suatu negara membabat hukum Islam dan menyingkirkannya, kemudian mereka menerapkan qawaniin wadl’iyyah (undang-undang buatan manusia), baik dari mereka itu sendiri atau mengambil dari hukum-hukum orang lain, baik dari Belanda, Amerika, Portugal, Inggris atau yang lainnya, maka pemerintahan itu adalah pemerintahan kafir dan negaranya adalah negara kafir, [2] meskipun mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin.[3] [4] Shalat, shaum, zakat, haji dan ibadah dhahir lainnya yang masih dilakukan oleh para penguasa tersebut ataupun nama Islam yang mereka sandang itu tidak ada manfaatnya, jika mereka tetap bersikukuh di atas prinsip itu, sebab mereka telah kafir lagi murtad[5] dan negaranya adalah negara kafir.

    Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah mengatakan,

    “Setiap negara yang tidak berhukum dengan syari’at Allah dan tidak tunduk kepada hukum Allah serta tidak ridla dengannya, maka itu adalah negara jahiliyah, kafirah, dhalimah, fasiqah dengan penegasan ayat-ayat muhkamat ini, Wajib atas pemeluk Islam untuk membenci dan memusuhinya karena Allah dan haram atas mereka mencintainnya dan loyal kepadanya sampai beriman kepada Allah saja dan menjadikan syari’atnya sebagai rujukan hukum dan ridla dengannya.”[6]

    Syaikh Shalih AL Fauzan hafidhahullah berkata,

    “Yang dimaksud dengan negeri-negeri Islam adalah negeri yang dipimpin oleh pemerintahan yang menerapkan syari’at Islamiyah, bukan negeri yang di dalamnya banyak kaum muslimin dan dipimpin oleh pemerintahan yang menerapkan bukan syari’at Islamiyah. (Kalau demikian), negeri seperti ini bukanlah negeri Islamiyyah.”[7]

    Hal serupa dikatakan oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridla rahimahullah bahwa negeri seperti itu bukanlah negeri Islam.[8]

    Para ulama yang tergabung di dalam Al Lajnah Ad Daimah ketika ditanya tentang negara yang dihuni banyak kaum muslimin dan pemeluk agama lain dan tidak berhukum dengan hukum Islam, mereka mengatakan, kaum muslimin dan pemeluk agama lain dan tidak berhukum dengan hukum Islam, mereka mengatakan,
    “Bila pemerintahan itu berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah, maka pemerintahan itu bukan Islamiyyah.”[9] Bahkan pemerintah atau hukum itu adalah pemerintah atau hukum Thagut.

    Syaikh Shalih Al Fauzan berkata,

    “Dan apa yang tidak disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya di dalam masalah politik dan hukum di antara manusia, maka itu adalah hukum thagut dan hukum jahiliyah. “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan(hukum) siapakah yang lebih baik dibanding (hukum) Allah bagiorang-orang yakin.”[10] [11]

    Syaikh Muhammad Hamid Al Faqiy rahimahullah berkata,

    “Siapa yang menjadikan perkataan orang-orang barat sebagai undang-undang yang dijadikan rujukan hukum di dalam masalah darah, kemaluan dan harta dan dia mendahulukannya terhadap apa yang sudah diketahui dan jelas baginya dari apa yang terdapat di dalam Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, maka dia itu tanpa diragukan lagi adalah kafir murtad bila terus bersikeras diatasnya dan tidak kembali berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah dan tidak bermanfaat baginya nama apa pun yang dengannya dia menamai dirinya (klaim muslim) dan (tidak bermanfaat juga baginya) amalan apa saja dari amalan-amalan dhahir, baik shalat, shaum,haji dan yang lainnya.”[12] Bahkan vonis kafir murtad berlaku bagi hakim (pemerintah) yang menerapkan mayoritas hukum Islam, namun di dalam masalah tertentu (umpamanya di dalam masalah zina) dibuat undang-undang buatan yang bertentangan dengan hukum Islam, sehingga setiap berzina tidak dikenakan hukum Islam, tetapi terkena undang-undang itu, maka sesuai aqidah AhlusSunnah, si hakim itu adalah kafir murtad juga, bahkan meskipun si hakim (pemerintahan) tersebut mengatakan bahwa hukum Islam yang paling adil dan kami salah.”[13]

    Catatan:
    [1] Lihat Al Fatawa As Sa’diyyah karya Syaikh Abdurrahman Nashir ASa’diy 1/92, cetakan II tahun 1402, Maktabul Ma’arif Riyadl.
    2 Lihat Naqdul Qaumiyyah Al’Atabiyyah karya Al Imam Abdul Aziz Ibnu Bazhal 50-51 atau Majmu Fatawa Wa Maqaalat Mutanawwi’ah karya Syaikh IbnuBaz I/309-310.
    3 Al Fatawa As Sa’diyah 2/92, bahkan Syaikh As Sa’diy mengatakan bahwa Irak, Bahrain dan yang lainnya yang ada di sekitarnya dihukumi sebagai negara kahir muhadin (yang mengikat perdamaian dengan negara Islam) karena hukum Islam tidak ditegakkan, padahal kita mengetahui bahwa mayoritas penduduknya adalah muslim. Dan yang menguasai saat itu adalah para penjajah yang merupakan kafir asli, sedangkan para penguasa yang murtad itu sama saja bahkan lebih buruk, Syaikh Al Walid Ibnu Muhammad Nabih Ibnu Saifunnashr berkata dalam ta’liq Ushulusunnah, karya Imam Ahmad riwayat Abdus Al ‘Aththardengan taqdim Syaikh Muhammad ‘Iid Al ‘Abbasiy (murid langsung Syaikh Albany di Damaskus), ketika beliau mengutarakan pernyataan Syaikh AlBaniy bahwa kalau pemerintah itu adalah para penjajah maka tidak harus taat kepada mereka bahkan harus diusir, beliau (Syaikh Al Walid) berkataH 65: Ini bukan khusus bagi orang-orang kafir asli, namun masuk didalamnya orang-orang murtad secara lebih utama yang tidak memelihara hubungan kerabat terhadap orang-orang mu’min dan tidak pula mengindahkan perjanjian, mereka beraliran serba boleh, keluar menentang syari’atilahiyyah dengan dalih kemajuan dan demokrasi…. semoga Allah membersihkan negeri kaum muslimin dari mereka dan dari perbuatannya.
    4 Namun orang-orang yang hakikatnya pengikut Murji’ah mengatakan bahwa itu adalah negara Islam (pemerintahan Islam) yang tidak menerapkan hukum Islam.
    5 Lihat Ta’liq atas Fathul Majid oleh Al Faqiy 373.
    6 Naqdul Qaumiyyah Al Arabiyyah yang dicetak dengan Majmu Fatawa waMaqaalaat Mutanawi’ah I/309-310.
    7 Al Muntaqaa Min Fatawa Fadlilatusy Syaikh Shalih Al Fauzan 2/254 No.222.
    8 Tafsir Al Manar 6/416 dari kitab Dlawabitut Takfir Abdullah Al Qarniy167.
    9 Fatawa Al Lajnah Ad Daimah 1/789 No. 7796 diketuai oleh Syaikh IbnuBaz rahimahullah.
    10 Al Maidah:50.
    11 Muqarrar Tauhid Lishshaffitstsalits:73.
    12 Ta’liq Fathul Majid:373.
    13 Karena dia termasuk orang yang beriman kepada sebagian dan kafir kepada sebagian, dan orang seperti itu adalah kafir.

    Posted by Vivo | 10 June 2018, 5:38 PM
  8. Harusnya صَلِّ bukan صلي

    Posted by Abu Ahmad | 6 October 2020, 7:39 PM
  9. Syaikh Al-‘Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah,

    “Barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Allah maka dia adalah thaghut.

    Namun kalau dia mengakui dan menyadari dirinya salah maka dia pelaku maksiat (bukan pelaku kekafiran) ini thaghut ashghar.

    Tetapi kalau sampai pada level menghalalkannya (menghalalkan apa yang diharamkan) maka dia thaghut akbar yang pelakunya kafir dan menyesatkan.”

    🧷 Subulussalam (hlm. 121)

    Posted by #manhajulhaq | 19 February 2024, 5:11 PM

Trackbacks/Pingbacks

  1. Pingback: NASEHAT AGAMA DARI AL USTADZ JA’FAR UMAR THALIB UNTUK ANANDA JABIR DAN KAWAN-KAWANNYA | DOWNLOAD DAKWAH SALAFY - 12 September 2015

Tulis Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

"Dipersilahkan bagi Ikhwahfillah sekalian bila ingin menuliskan sepatah atau dua patah komentar, tentunya komentar-komentar yang berakhlak mulia dan yang mempunyai kandungan pahala dari Allah -Subhanahu wa Ta'ala- dan diperbolehkan menyebarkan seluruh isi blog ini dengan syarat untuk kepentingan dakwah Islam dan BUKAN untuk tujuan komersil , serta tidak harus menyertakan URL sumbernya. Jazakumullahu khairan. Barakallohufikum,.."

Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 3,883 other subscribers

Mutiara Salaf

Yahya bin ‘Ammar rahimahullah pernah berkata, “Ilmu itu ada lima (jenis), yaitu: (1) ilmu yang menjadi ruh (kehidupan) bagi agama, yaitu ilmu tauhid; (2) ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu yang mempelajari tentang makna-makna Al-Qur’an dan hadits; (3) ilmu yang menjadi obat (penyembuh) bagi agama, yaitu ilmu fatwa. Ketika seseorang tertimpa sebuah musibah maka ia membutuhkan orang yang mampu menyembuhkannya dari musibah tersebut, sebagaimana pernah dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu. (4) ilmu yang menjadi penyakit dalam agama, yaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan (5) ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan yang semisalnya.” [Lihat Majmu’ Fatawa (X/145-146), Siyar A’lamin Nubala’ (XVII/482)]

Mutiara Salaf

Mu’aadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata : “Wajib atas kalian menuntut ilmu agama ini, karena mengajarkannya adalah amalan yang baik, mempelajarinya adalah ibadah, mengingatnya kembali adalah tasbih, mengadakan penelitian tentangnya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengerti adalah shadaqah, dan mengerahkan segala kesungguhan terhadap ilmu ini dengan mengambilnya dari para ulama merupakan amalan yang mendekatkan diri kepada Allah.”
Dengan demikian orang yang mengadakan penelitian tentang ilmu agama ini adalah mujahid fi sabilillah.” [Majmu’ Fatawa jilid 4/109]